Sebelum terbentuk Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi di tahun 2010, posisi PNBP (Penerimaan Nasional Bukan Pajak) lembaga kejaksaan hanya sekitar Rp 72 miliar. Jaksa Agung Hendarman Supandji pun membentuk Satgassus terkait pada akhir 2010 dan bekerja efektif awal 2011.
Pencapaian Satgassus pada semester pertama adalah Rp 57.213.300.000, didapat dari hasil penjualan lelang aset para pelaku tindak pidana, sedangkan setoran tunai sebagai bentuk penyelesaian administratif mencapai Rp. 4.562.179.533.
Memasuki semester kedua, Satgassus menghasilkan penjualan lelang aset sebesar Rp 89.337.000.000 dan tidak ada setoran tunai penyelesaian administratif. Total pemasukkan yang didapatkan oleh Satgassus di tahun 2011 adalah Rp 300 miliar.
Tahun 2012, Satgasus makin serius. Meski hasil penjualan lelang aset mengalami penurunan, yaitu Rp. 88.846.399.000 dan tidak ada setoran tunai penyelesaian administratif, namun Satgassus mampu melakukan pengalihan status aset senilai Rp. 16.788.445.000.
Semester kedua tahun 2012 (28 November), Satgassus mencatatkan hasil pengalihan aset senilai Rp. 66.837.185.000. Angka spektakuler terlihat pada penjualan lelang aset dan setoran uang tunai penyelesaian administratif, masing-masing berjumlah Rp 142.092.130.322 dan Rp. 823.926.698.477.
Total hasil kinerja Satgassus yang menjadi PNBP dari tahun 2011 hingga 12 November 2012 bagi negara sebesar Rp. 1.289.603.337.332,-. (Rp 1,2 Triliun).
Pemulihan aset kasus pajak Asian Agri menjadi best practice PPA. Membantu Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat sebagai eksekutor, PPA berhasil mengeksekusi dana sebesar Rp 2,5 Triliun di tahun 2014. Di akhir 2014, total secara keseluruhan pemulihan aset yang dilakukan oleh PPA (2011-2014), sebesar Rp 3,5 Triliun dan tentu saja menjadi sejarah tersendiri.
Di tahun yang sama, 2014, DIPA Kejaksaan sekitar Rp 3,3 triliun. Itu juga berarti dari Rp 3,5 triliun yang didapat PPA dikurangi DIPA, terdapat surplus Rp 200 miliar.***