Andi Saputra – detikNews Kamis, 16 Jan 2020 16:22 WIB
Jakarta – Jaksa Agung ST Burhanuddin dinilai masih banyak kekurangan. Pemaparannya di Komisi III DPR, Kamis (16/1) dinilai tidak akurat. Salah satunya soal kasus kriminalisasi jaksa senior Chuck Suryosumpeno. Termasuk juga soal kasus Trisakti bukan pelanggaran HAM.
Menurut Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, apa yang dilakukan Burhanuddin merupakan kemunduran kinerja kejaksaan dan tak ada bedanya dengan rezim pendahulunya.
“Untuk kasus Chuck Suryosumpeno, Jaksa Agung dan Jampidsus harus tunjukkan di titik mana kasus itu dianggap keberhasilan! Jika dianggap sukses menghukum kasus korupsi, lalu bagaimana dampak dari penanganan aset ke depannya?” kata Haris menanggapi pemaparan Jaksa Agung pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Haris beralasan, kasus Chuck adalah murni kriminalisasi. Kondisi ini harus dialami Chuck lantaran dirinya tidak bersedia bekerja sama aparat.
“Jika kasus Chuck dianggap layak dan sukses oleh Jaksa Agung dan Jampidsus, lalu apa bedanya Burhanuddin dengan sebelumnya? Menyedihkan. Dia sama saja menghalalkan kriminalisasi jaksa tetap dilanjutkan,” ujar Haris.
Kasus yang membelit Chuck yaitu saat sebagai Kasatgassus Kejagung melakukan pemulihan aset Hendra Rahardja pada 2012. Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan Chuck melaksanakan proses penyelesaian kasus Hendra sudah sesuai dengan prosedur. Belakangan, proses itu dipermasalahkan hingga Chuck dikriminalisasi.
Haris juga mempertanyakan kasus tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang masih mangrak di Kejaksaan Agung. Contohnya yaitu kasus PT TPPI yang hingga kini belum juga maju ke persidangan oleh Jampidsus Adi Toegarisman.
“Apa di Gedung Bundar ada praktik tebang pilih kasus mana saja yang layak disidangkan? Kasus PT TPPI ini kan sudah lama dilimpahkan Polri ke Kejaksaan, tapi mangkrak tidak disidang hingga hari ini,” kata Haris.
Selain kasus Chuck, Haris juga menyayangkan sikap Burhanuddin yang menilai peristiwa Trisakti dan Semanggi bukan kategori pelanggaran HAM Berat.
“Jaksa Agung harus ambil teleskop untuk baca hasil penyelidikan Komnas HAM dan UU 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sudah jelas bahwa peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 & 2 adalah kasus Pelanggaran HAM berat. Bahkan ada 9 kasus lagi. Semua menggantung di Kejaksaan Agung,” cetus Haris.
Kata Haris, semua kasus-kasus tersebut terhalang berlanjut karena banyak pelaku duduk di kekuasaan.
“Kalau ada hambatan tersebut sebaiknya Jaksa Agung mengakui saja, dan lapor Presiden. Jangan lah memutarbalikan fakta tanpa pernah bekerja. Kasihan malah terlihat tidak cerdas,” ujarnya. (asp/jbr)