Jakarta (4/5/17) – Majelis Hakim pada Mahkamah Agung menolak Permohonan KASASI No. 158 K/TUN/2017 atas nama Pemohon Chuck Suryosumpeno dan Jaksa Agung R.I sebagai Termohon.
Sandra Nangoy mewakili Tim Penasehat Hukum Chuck menjelaskan bahwa hingga saat ini Tim Penasehat Hukum belum menerima salinan putusan tersebut dan akan segera menentukan langkah hukum berikutnya.
”Kasasi bukanlah akhir dari proses hukum karena kami masih bisa mengajukan PK (Peninjauan Kembali). Apalagi bila ditelaah lebih jauh, tim penasehat hukum sangat yakin bahwa hakim telah mengesampingkan berbagai bukti yang telah diajukan, antara lain surat pernyataan dari Jaksa Agung Basrief Arief yang menyatakan bahwa beliau mengetahui dan menyetujui setiap langkah dilakukan oleh Ketua Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi. Jadi sangat tidak benar apabila Chuck dianggap menetapkan angka Rp 20 miliar tanpa mendapatkan persetujuan dari pimpinan.”
Lebih lanjut Sandra Nangoy menegaskan bahwa aset yang ditangani oleh Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi bukanlah dari kasus BLBI, melainkan kasus Tipikor atas nama Hendra Rahardja.
“Yang sangat mengherankan kami, ada media online ternama yang membuat pemberitaan (3/5/17) melakukan wawancara secara langsung dengan Ketua Majelis Hakim. Oleh karenanya, kami berniat untuk melaporkan hal tersebut pada Bidang Pengawasan Mahkamah Agung.”
“Ini sudah merupakan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim sebagaimana yang termaktub dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung R.I dan Ketua Komisi Yudisial R.I., No. 047/KMA/SKB/IV/2009 atau No. 02/SKB/P.KY/IV/2009.”
“Kami akan menuntut agar diusut tuntas karena Hakim sejatinya tidak boleh memberi keterangan atau pendapat mengenai substansi suatu perkara diluar proses persidangan. Terlebih perkara yang diperiksa atau diputusnya. Yang kami sesalkan, kutipan wawancara Ketua Majelis Hakim yang dimuat oleh media tersebut menunjukan bahwa beliau sangat tidak paham tentang apa yang tertuang pada berkas Kasasi. Jangan-jangan beliau tidak baca sama sekali,” imbuh Sandra.
Kasus gugatan TUN ini bermula saat Chuck dicopot dari kedudukannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku dan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pembebasan dari jabatan struktural selama 2 (dua) tahun.
Surat Keputusan Jaksa Agung tertanggal 18 November 2015 tersebut muncul dengan sejumlah tuduhan dalam kapasitas Chuck sebagai Ketua Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi periode 2011-2013.
Proses penjatuhan hukuman merupakan tindakan pembunuhan karakter yang kejam terhadap sosok Jaksa Chuck Suryosumpeno. Tentu saja hal tersebut ditentang oleh Chuck karena dirinya dihukum saat diperiksa sebagai saksi atas terlapor Ngalimun.***
Kronologi perkara dapat dilihat di www.justiceforchuck.com