Mantan Kepala Unit Operasional Satgassus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi, Kejaksaan Agung, Ngalimun, menerima SK Hukuman Disiplin Berat akhir 2015 lalu. Jaksa Ngalimun pun kini ‘nganggur’ setelah dicopot dari jabatan fungsional di Pusat Pemulihan Aset (PPA).
SK pimpinan Kejagung menuduhkan sejumlah hal di antaranya : (a) Menangani barang rampasan a.n., terpidana Hendra Raharja berupa tanah seluas 7,8 ha di Jatinegara Indah tidak melalui lelang tetapi membiarkan barang sita eksekusi tersebut dilakukan trtansaksi oleh pihak ketiga dan atas transaksi tersebut negara hanya menerima Rp 2 miliar.
(b). Tidak melakukan sita eksekusi terhadap tanah seluas 9.000 m2 di Desa Jogjogan, Kec. Cisarua Bogor untuk dilelang, namun meminta pengembalian uang sebesar Rp 500 juta.
Perbuatan Ngalimun tersebut dianggap tidak mentaati peraturan kedinasan yaitu Keputusan Jaksa Agung RI Nomor Kep-X-22/C/03/2011 tanggal 10 Maret 2011 tentang Wewenang Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi.
Ngalimun juga dianggap tidak mentaati Perpres No. 53 tahun 2010 tanggal 6 Agustus 2010 tentang Perubahan atas Keppres No.42 tahun 2002 tanggal 28 Juni 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN, Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-03/B/B-5/8/1988 tanggal 6 Agustus 1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan pada angka romawi IV, angka 4.
Disebutkan pula bahwa Ngalimun tidak memiliki kapasitas tugas sebagai bendahara penerimaan kejaksaan namun telah melakukan penyetoran terhadap penerimaan Rp 2 miliar dan Rp 500 juta atas aset terpidana Hendra Raharja tanpa segera melengkapi dan menyerahkan administrasi yang lengkap dan sah kepada satuan kerja tempat perkara tersebut deregister sehingga mengakibatkan satuan kerja terhambat dalam administrasi pengelolaan keuangannya.
“Semua yang dituduhkan tidak benar. Jaksa pemeriksa belum paham tentang pemulihan aset dan pola pikirnya masih terpaku pada pelaku kejahatan dan karena itu mereka memiliki persepsi bahwa setiap aset khususnya aset uang pengganti penyelesaiannya harus melalui pelelangan,” tukas Ngalimun.
Ngalimun pun sepenanggungan dengan mantan pimpinannya di Satgassus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi dan PPA, Chuck Suryosumpeno dan Murtiningsih yang juga menerima hukuman disiplin berat dengan kasus sama. “Bersama Pak Chuck dan Ibu Murti, saya ingin memperjuangkan kebenaran dan keadilan,” tandas Ngalimun. Berikut petikan wawancara selengkapnya.
Tanggal berapa Bapak menerima SK Hukuman? Bagaimana perasaan Bapak?
Tanggal 8 Desember 2015. Saat itu saya kaget. Kok hukuman yang dijatuhkan begitu berat dan tanpa memperhatikan sama sekali dedikasi serta perjuangan kami untuk institusi selama ini. Banyak pernyataan dan penjelasan saya dalam pemeriksaan yang secara sengaja dikesampingkan begitu saja.
Berapa kali diperiksa dan bagaimana perasaan Bapak setelah menjalani sejumlah pemeriksaan?
Tentang berapa kali diperiksa, saya sudah lupa, namun pastinya lebih dari tiga kali. Perasaan saya setelah menjalani pemeriksaan, menunggu dalam ketidakpastian karena waktu menunggu cukup panjang, yaitu sejak bulan Juni 2015 hingga beberapa bulan kemudian. Sejujurnya sangat melelahkan dan mengganggu kinerja.
Apa komentar Bapak terkait substansi pemeriksaan?
Materi pemeriksaan berkisar tentang tiga aset yang dianggap milik terpidana Hendra Raharja, yaitu: tanah eks Sita Eksekusi di Kelurahan Kembangan Utara dan Selatan Jakarta Barat, tanah di Desa Jogjogan di Kabupaten Bogor seluas 9000 m2 dan tanah di Perumahan Jatinegara Indah Jakarta Timur seluas 7,8 ha.
Pada saat pemeriksaan, perasaan saya tanpa beban karena memang tidak ada yang perlu kami tutupi. Oleh karena itu, saya sampaikan apa adanya. Sayang, para pemeriksa ternyata belum paham benar tentang pemulihan aset, pola pikir mereka masih terpaku pada pelaku kejahatan, sehingga persepsinya setiap aset, khususnya aset uang pengganti penyelesaian, harus melalui pelelangan.
Konon ada pertanyaan jebakan dari pemeriksa untuk mencari-cari kesalahan Pak Chuck?
Ya terkesan mengarahkan agar semua pekerjaan atas perintah Pak Chuck. Saya dapat merasakan hal ini karena saya juga jaksa dan antara para pemeriksa dan saya memiliki latar belakang yang sama yaitu PPJ di Ragunan. Oleh karena itu, saya selalu menjawab pertanyaan mereka dan menjelaskan bahwa saya tidak bekerja sendiri dan pekerjaan yang saya lakukan adalah pekerjaan kolektif Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi yang secara otomatis melibatkan seluruh anggota Satgassus, Ketua serta Kordinator secara berjenjang. Di dalam struktur Satgassus terdapat Koordinator, Ketua, Sekretaris dan anggota.
Jadi apa yang janggal dari hukuman tersebut dan apa pembelaan sekaligus rencana Bapak terhadap hukuman tersebut?
Yang janggal dari hukuman tersebut yaitu: (a) Penerbitan SK PHD tidak sesuai dan melebihi jangka waktu yang ditentukan oleh Perja Nomor: Per-022/A/JA/03/2011. (b) Obyek yang dijadikan dasar pemeriksaan yaitu tanah seluas 7,8 ha yang terletak di Jatinegara Indah bukanlah barang rampasan dan bukan barang sita eksekusi sebagaimana dituduhkan melainkan hasil asset tracing atau penelusuran aset yang sebagian besarnya telah dialihkan kepada pihak ketiga pada tahun 1975 dan 1995. Atas permasalahan ini penyelesaiannya baru dilakukan sebagian karena adanya perjanjian dan kesepakatan pihak PT Sarana Larasasri dan Sdr Ardi Kusuma di mana hak negara hanyalah sebagian sehingga penyelesaiannya tidak bisa dengan pelelangan sebagaimana barang rampasan.
Sedangkan terhadap tanah seluas 9.000 m2 di Desa Jogjogan, Kab. Bogor tidak dilakukan penyitaan karena berdasarkan hasil penelusuran tim Satgassus belum dapat disimpulkan bahwa tanah tersebut milik Hendra Raharja. Kepemilikan tanah tersebut tidak atas nama Hendra Raharja dan benang merah yang berhasil ditemukan hanyalah bukti pernyataan pemilik tanah bahwa tanah tersebut pernah menjadi jaminan operasional kas bon oleh H. Matroji atas pembebasan tanah di Ciledug sebesar Rp 500 juta sehingga uang itulah yang diminta dikembalikan ke kas negara, bukan harga tanahnya.
Tanahnya masih utuh dan sampai saat ini belum berpindah tangan. Bila kejaksaan menghendaki tanah tersebut untuk disita, maka kami mempersilakan dilakukan sita, tentu dengan segala konsekuensinya.
Dalam keseluruhan perkara atas apa yang dituduhkan pada saya sejujurnya tidak ada potensi kerugian negara, bahkan sebaliknya negara diuntungkan.
(C) Saya juga dituduh bukan sebagai bendahara penerima tetapi melakukan penyetoran penerimaan negara ke Kas Negara dan melanggar ketentuan Perpres No. 53 tahun 2010 tanggal 6 Agustus 2010 tentang Perubahan atas Keppres No.42 tahun 2002 tanggal 28 Juni 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN, Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-03/B/B-5/8/1988 tanggal 6 Agustus 1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan pada angka romawi IV, angka 4. Padahal berdasarkan aturan-aturan di atas tidak ada satu pasal pun yang mengatur bahwa penyetoran penerimaan negara harus bendahara penerima yang menyetorkannya seperti yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN, antara lain hanya menyebutkan “Pendapatan Negara pada Kementrian/Negara/Lembaga wajib disetorkan sepenuhnya dan pada waktunya ke rekening Kas Umum Negara” kecuali dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-03/B/B-5/8/1988 tanggal 6 Agustus 1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan pada angka romawi IV angka 4, tetapi hanya berlaku khusus terhadap hasil lelang barang rampasan. Sedangkan obyek barang yang dijadikan dasar pemeriksaan tersebut di atas bukanlah barang rampasan.
Karena hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada saya dikatagorikan sebagai hukuman disiplin tingkat berat sebagaimana Pasal 7 ayat (4) huruf c PP No.53 Tahun 2010, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan sesuai dengan aturan tersebut, maka tidak ada ruang lagi untuk mengadu dan mengajukan keberatan.
Apakah Bapak menggugat ke PTUN?
Saya segera mengajukan gugatan ke PTUN. Ini bukan untuk melawan pimpinan kejaksaan melainkan untuk meluruskan dan memenuhi hak saya sebagai PNS. Mengenai bagaimana membuktikan, saya yakin telah memiliki cukup banyak bukti dan dapat meyakinkan hakim, baik saksi maupun bukti-bukti formil.
Apa yang Bapak kenang dari Satgassus dan PPA
Untuk mencapai hasil maksimal, Satgassus dan PPA menerapkan sistem kerja dengan manajemen modern. Prinsip-prinsip transparan dan akuntabel menjadi modal dasar dan landasan kami. Budaya kerja yang terlalu birokrasi, lelet, tidak kreatif dan selalu menunggu anggaran, kami hindarkan. Meski dalam kelompok kecil toh kami ditanamkan untuk memiliki semangat pengorbanan dan kerja keras.
Kami menjunjung tinggi kebersamaan dan saling membantu. Setiap kesulitan diselesaikan dalam rapat, dibahas lalu dicarikan solusinya. Tidak jarang kami di Satgassus beradu argumentasi. Seru, selalu dinamis dan itu membuat saya senang.
Apa pendapat Bapak tentang Pak Chuck?
Pak Chuck itu konseptor ulung dengan ide-idenya yang luar biasa. Orangnya kreatif, inovatif, berani dan jujur. Beliau selalu bilang, kerja saja yang baik dan harus selalu kreatif, berikan yang terbaik untuk kejaksaan dan negara. Jangan kejar pangkat, jabatan apalagi harta, sebab itu bukan tujuan tetapi hanya konsekwensi logis dari apa yang kita kerjakan. Pak Chuck juga memiliki semangat pengorbanan luar biasa hingga rela menggadaikan barang-barang milik pribadi demi mencukupi hidup.”
Lalu apa harapan Bapak pada pimpinan yang telah memberikan hukuman?
Semoga ke depannya, tidak akan ada lagi jaksa dan karyawan kejaksaan yang mendapatkan hukuman secara semena-mena seperti yang saya alami. Saya sangat yakin, banyak jaksa ataupun karyawan kejaksaan yang dihukum tanpa bukti nyata. Semoga Allah SWT segera memberikan jalan kebenaran dan keadilan bagi saya, Pak Chuck dan Bu Murti.