Roda kehidupan itu terus berputar. Ada saat di mana kita berada di atas, ada pula saat kita harus ada di bawah karena ketidaksukaan dan krimininalisasi orang-orang di sekitar kita. Namun, satu hal yang pasti, hidup itu penuh ujian. Hanya mereka yang mau bersabar dan tawakal akan diridhoi berkah melimpah karena segala sesuatu akan indah pada waktunya.
Begitulah ungkapan hati pasangan hidup (istri/suami) dari tiga jaksa yang menjadi korban kriminalisasi di Kejaksaan Agung. Diketahui, seperti halnya Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Chuck Suryosumpeno yang diberhentikan dari jabatan strukturalnya, Murtiningsih, jaksa yang menjabat sebagai Sekretaris Satgassus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi (2011-2013) kemudian menjadi Kepala Bagian Tata Usaha pada Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung (2014-2015) dan mantan Kepala Unit Operasional Satgassus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi, Kejaksaan Agung, Ngalimun, mendapat hukuman disiplin pada awal Desember 2015 lalu.
SK pencopotan Chuck Suryosumpeno dari jabatan strukturalnya sebagai kajati ditandatangani Jaksa Agung Muhammad Prasetyo tertanggal 18 November 2015 dan dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman kilat yang dialamatkan ke Kantor Kejati Maluku. Dalam surat disebutkan kalau Chuck tidak melakukan koordinasi dan tanpa izin pimpinan saat menjalankan tugasnya walaupun terbukti adanya fakta bahwa izin tertulis telah dikeluarkan mantan Jaksa Agung sebelumnya, Basrief Arief. Chuck dituding melakukan kesalahan prosedur ketika menjabat Ketua Satgassus dalam menangani kasus Hendra Raharja. Chuck dijatuhi hukuman disiplin dan dicopot dari jabatan Kajati Maluku.
Mantan Kepala Unit Operasional Satgassus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi, Kejaksaan Agung, Ngalimun, menerima SK Hukuman Disiplin Berat akhir 2015 lalu. Jaksa Ngalimun pun kini ‘nganggur’ setelah dicopot dari jabatan fungsional di Pusat Pemulihan Aset (PPA).
SK pimpinan Kejagung menuduhkan sejumlah hal di antaranya : (a) Menangani barang rampasan a.n., terpidana Hendra Raharja berupa tanah seluas 7,8 ha di Jatinegara Indah tidak melalui lelang tetapi membiarkan barang hasil penelusuran tersebut dilakukan transaksi oleh pihak ketiga dan atas transaksi tersebut negara hanya menerima Rp 2 miliar. (b). Tidak melakukan sita eksekusi terhadap tanah seluas 9.000 m2 di Desa Jogjogan, Kec. Cisarua Bogor untuk dilelang, namun meminta pengembalian uang sebesar Rp 500 juta.
Perbuatan Ngalimun tersebut dianggap tidak mentaati peraturan kedinasan yaitu Keputusan Jaksa Agung RI Nomor Kep-X-22/C/03/2011 tanggal 10 Maret 2011 tentang Wewenang Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi. Ngalimun juga dianggap tidak mentaati Perpres No. 53 tahun 2010 tanggal 6 Agustus 2010 tentang Perubahan atas Keppres No.42 tahun 2002 tanggal 28 Juni 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN, Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-03/B/B-5/8/1988 tanggal 6 Agustus 1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan pada angka romawi IV, angka 4.
Disebutkan pula bahwa Ngalimun tidak memiliki kapasitas tugas sebagai bendahara penerimaan kejaksaan namun telah melakukan penyetoran terhadap penerimaan Rp 2 miliar dan Rp 500 juta atas aset terpidana Hendra Raharja tanpa segera melengkapi dan menyerahkan administrasi yang lengkap dan sah kepada satuan kerja tempat perkara tersebut diregister sehingga mengakibatkan satuan kerja terhambat dalam administrasi pengelolaan keuangannya.
Sementara itu, SK nomor KEP-IV-61/B/WJA/11/2015 tanggal 18 November 2015, berisi Penjatuhan Hukuman Disiplin Tingkat Berat terhadap Murtiningsih, antara lain berupa pembebasan dari jabatan struktural. Dalam SK disebutkan antara lain, pada waktu menjadi Sekretaris/Kepala Tata Usaha Satgassus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi di Kejaksaan Agung pada tahun 2011, Murtiningsih lalai, audemars piguet replica tidak melakukan koordinasi dengan pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat saat menyetorkan dana sebesar Rp 20 miliar, terkait kasus gugatan perkara tanah antara ahli waris Taufik Hidayat melawan Kejaksaan Agung.
Jaksa Murtiningsih mengaku prihatin dengan SK hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya. Ia menyebut adanya ketidakcermatan para pemeriksa dalam memahami proses penyelesaian yang dilaksanakan. Penjatuhan hukuman terhadap dirinya dianggapnya sangatlah emosional dan tidak memperhatikan relevansi hukuman dengan pokok permasalahan, yang cenderung menjadi penzoliman kepada dirinya.
Upaya krimininalisasi pada tiga jaksa itu pun dirasakan oleh pasangan hidup (istri/suami) mereka sebagai ujian hidup. Dalam situasi semacam ini, dukungan dan pendampingan yang maksimal dicurahkan sehabis-habisnya untuk suami dan istri tercinta. Lantas seperti apakah ungkapan hati mereka-mereka ini menyikapi kasus kriminalisasi ini? Berikut ini keyakinan, doa dan harapan mereka:
Retno Kusumastuti: Maafkan Aku, Suamiku…
Eka Juliarto: Imung, Tuhan Tidak Tidur…
Yussaptarina Ngalimun: Kami Hanya Bisa Tawakal