Eka Juliarto: Imung, Tuhan Tidak Tidur…

Saat pertama kali mendengar kasus kriminalisasi yang menjerat istri saya Imung (panggilan sayang saya untuk Murtiningsih), sebagai manusia normal, tentu saya sangat terkejut.  Apalagi selama ini ia sangat tertutup mengenai permasalahan yang dihadapinya di tempat kerja. Begitu pulang ke rumah, dia adalah istri dan ibu yang pandai memasak dan menghibur anak-anak kami.

Saya dididik dan dibesarkan oleh seorang jaksa. Selain itu, saya juga sangat mengerti dunia hukum karena saya alumni Fakultas Hukum UGM. Almarhum Bapak saya adalah jaksa dengan jabatan terakhir sebagai Kasubdit Kajigiat pada Bidang Intelejen Kejaksaan Agung. Imung juga begitu. Bapak dan Ibunya adalah jaksa. Saya tahu permasalahan yang dihadapi seorang jaksa, walaupun tidak pernah terbersit di kepala saya bahwa Imung yang akan mengalami kriminalisasi seperti ini.

Sejujurnya saya sangat sedih, terpikir oleh saya apakah para pemimpin di kejaksaan itu tidak takut dosa atau karma? Apakah mereka tidak takut, bila anak keturunan mereka suatu ketika juga mengalaminya? Tapi saya yakin Tuhan tidak tidur. Saat pembalasan itu pasti akan datang, walaupun bukan kami yang melakukannya.

Anak saya yang paling besar sedikit banyak tahu tanpa kami beritahu, sementara  2 anak kami yang lain masih kecil. Kami sepakat tidak memberitahukan persoalan ini kepada mereka. Sementara itu Mama dan Ibu Mertua tentu tahu dan paham apa yang terjadi. Mereka heran, di zaman ini masih ada kelakuan orang-orang kejaksaan yang begitu (melakukan kriminalisasi), kayaknya zaman dulu malah lebih sopan dan bidang pengawasan lebih berhati-hati memberi masukan kepada pimpinan. Reaksi kenalan, kerabat dan orang-orang dekat dengan kasus kriminalisasi ini pun biasa-biasa saja. Mereka tahu betul Imung tidak bersalah. Jadi tidak ada satu pun yang menjauhi kami.

Saya justru melihat kriminalisasi ini sebagai ujian untuk menguatkan keluarga kami. Selama kami menjalaninya bersama maka segalanya akan terasa lebih ringan. Yang penting, Imung kuat dan anak-anak sehat. Itulah anugerah terbesar dalam kehidupan kami.  Satu hal yang menjadi keprihatinan terbesar saya saat ini adalah kelakuan orang-orang di kejaksaan. Saya prihatin saja lihat kejaksaan saat ini, kok ternyata belum banyak berubah, ya.

Terlepas dari persoalan kejaksaan,  saya selalu memberi dukungan untuk Imung Sayang. Dukungan terbesar saya sebagai kepala rumah tangga adalah memastikan bahwa Imung dan anak-anak tidak merasa kekurangan suatu apapun.  Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan saya dan saya tak akan rela melihat mereka bersedih.

Alhamdulillah, Sejauh ini kasus yang dihadapi Imung tidak mengganggu kehidupan keseharian dan dalam hidup berkeluarga kami. Kehidupan kami tetap berjalan seperti biasa. Toh, selama ini kami hidup tanpa berlebihan jadi sama sekali tidak berubah.

Kini saya hanya bisa berharap para pemimpin itu segera menyadari kesalahannya, sebelum Tuhan membalas atas apa yang mereka lakukan pada kami. Kami senantiasa yakin Tuhan tidak pernah tidur dan hanya Dialah yang mampu mengembalikan nama baik istri saya. Satu hal yang pasti, saya sudah skeptis dengan pemerintah sekarang ini. Mereka sangat tidak peka pada tangisan orang kecil seperti kami. Kalau jaksa yang kerja baik dan gak macam-macam saja dibiarkan dikriminalisasi oleh pemimpinnya, lama-lama tidak akan ada jaksa yang mau kerja baik-baik. Lalu negara ini mau dibawa ke mana?

Leave a Reply

Your email address will not be published.